Postingan

22, please be nice to me. I beg u.

Gambar
Umm, harus mulai darimana ya? It’s 8th May 2022, and I sit at the side of my bed thinking with the laptop on and my Spotify playing my 2015 precious playlist (np: Runaway - All Time Low) oh, I wish I could just runaway from all this ~ adult business ~ and fly myself back to ‘ 2015 me ’ with that super tan skin, super curly hair, got no lover, one-sided love, use my brain so hard to think where do I go when school over, and can’t even wear makeup correctly like what I always did today every morning before drive myself to office. Now, I’m just stare at my unfinished workload but decide to write something before restart my life and turn to be the ‘Alma’s 22 years old version’. There’s nothing feel special when the sun rise in 9 May every year because no more the legend Harvest Strawberry Cheesecake my dad always bought for my birthday cake, or the last Cheesecake baked by him with a lot of cheese sprinkled all over it when I turned 9 years old in 2009. Cause a month later, he left me with

In All The Hurly-Burly : ‘Please, Stay Sane.’

In  all the doubtness and all the discontent that surrounds us, we’re  all sued to stay sane no matter how lunatic this world could be.  They said ‘we’re all in this together.’  Okay,  we might sit on the same table but we served by different dish for each other. You might having a peaceful dinner on a fancy-exclusive at the highest floor of a hotel but thats seems impossibly happen for some people out there.  Things are hard for some of them even just to enjoy a cheap piece of bread but vice versa, everything was so easy for they who bred in a majestic castle. And sadly we forced to stay fine with that, how ironic. But something we can learn is we have to see a beauty and blessing in a very simple things that happen among us. This chaos will end soon. As soon as we want it to be, with a heart full of prays and mind full of hopes. Jakarta, 7th August 2021.

Rumah dan segala hal di dalamnya.

Bersama kasur aku terlelap dan merebahkan diri, menjamu mimpi dan mengambil peran atas skenario yang entah bagaimana sudah terbait.   Rumah, kamar, dan— kasur.  Sebuah pelarian sekaligus wadah yang menampung segala emosi, keluh kesah, kesenangan pun penderitaan yang datang silih berganti.  Pada bantal bersarung coklat itu ku tumpahkan tangis keputusasaan atas dunia yang terkadang melecehkan ku begitu mudahnya.  Pada selimut bulu bertema safari yang beralih fungsi menjadi penyeka tiap derai yang menetes begitu saja.  Pada guling lusuh itu pun makian keras terlontar atas kesalahan yang tidak pernah ia buat.  Mereka tidak pernah membenci, alih-alih membawa ku pada tidur yang lelap. Meluruhkan segala lelah dan letih yang tertengger di bahu, dengan sepenuh hati memeluk, memberiku nyaman, mendatangkan istirahat yang selalu di inginkan raga dan pikiran yang lelah. Pada atap kamar yang terkadang mendatangkan genangan dikala langit berair, tidak apa. Setidaknya ia sudah berusaha melindungi, ber

rekah, merekah.

Gambar
dalam buai lembut, mata teduh penuh kasih. rangkum hadirnya membawa hangat. kerut wajah yang berarti, telah melewati fase pasang surut kehidupan. senyum indah bahagianya menjanjikan surga. pelihara lah maka dunia akan bersamamu, memeluk . terimakasih untuk selalu ada, untuk senantiasa mencurah hal-hal baik dan kasih... untuk setiap pujian dan kalimat-kalimat ajaib,  bahkan saat keadaan jauh dari kata baik. bahkan saat dinding terkuat ku runtuh, asa yang tenggelam.  mendorong jauh jatuh ke dalam lubang hampa tak berhuni, tak bertuan. dingin dan asing. syukurku untuk hadirmu,  memberitahu tentang segalanya; yang menetap dan sementara,  yang fana dan nyata,  yang hilang dan kemudian berganti. merangkak, berdiri, berjalan lalu kemudian berlari.  entah seberduri dan securam apa medan yang ditempuh, bertahan lah. menghapus segala keraguan. berproses, mendewasa. memahami bahwa tidak semua di dunia memiliki alasan atas keberadaanya, terkad

boleh beri pinjam?

    Apa  bila boleh beri pinjam. hati bijak nun mulia puan punya milik. kata orang belum ada memar serta gores pada rincinya. mawas-mawas puan beri aku percaya. kemelut harap serta ingin untuk segeranya di persembahkan sebongkah rasa yg abadi. dapat kau ilhami dengan mata terpejam. kekekalan rasa dapat ku wujud atas tulus jadi dasar, setia jadi pedoman. boleh pula puan ceritakan pada kerabat perihal bagaimana angin yang sesederhana itu dapat menghantar rindu yang begitu murni dan dalam.

we shouldn’t know each other, i shouldn’t let u in.

matahari ragu-ragu mengumpat dalam telisik gemuruh sorai hiruk pikuk ibukota. kemarin malam telah di proklamirkannya sebuah fakta yang terkubur oleh kegembiraan pribadi yang telah menemukan senyam nyaman dan pengharapan kasih akan seseorang yang telah berhasil membantunya melupakan getir pahit pada sebuah pengharapan yang dulu. sebuah pernyataan yang     meruntuhkan semuanya. langit di kepalanya. meloloskan derai sungai di pelupuk penglihatan. membuka luka serta sesak yang masih meradang. maaf terkesan hiperbola dan berlebihan. hanya mencoba jujur. tanpa sengaja sebuah hati ku lukai. tanpa sengaja dan sadar telah di pupuknya begitu besar harap. waktu yang tidak tepat. atau keterlambatan? terlalu lama ia sembunyikan kepahitan.  namun sudah begitu jauh, begitu mulia perasaan yang tumbuh. sebab ada fikir ia penawar luka akan kepahitan yang lalu. alih-alih terobati, malah di dapat luka baru. menangisi diam-diam kemalangan diri. dipaksanya hati untuk mengikhlaskan. membohongi p

figuran

deskripsikan aku dengan kata yang tidak memiliki arti.  aku ada disini, terlihat hanya jika kau bersedia memicingkan mata. helai rambut yang merontok menempel pada kaos di bahu kanan mu. maaf. telah menunjukan keberadaan ku. hiraukan atau jangan ganggu.  biar aku sendiri tanpa ada yang berani memberi sapa sehangat mentari, kemudian menjanjikan ku bumi dan setelahnya memberi ku harap akan sebuah hati.  tiba tiba yang pada akhir hanya tersisa paragraf gantung tanpa syair, tanpa melodi. hanya sebuah tulisan menjelma perasaan yang tidak punya arti atau peluang untuk dihargai.  jadi lebih baik pergi atau jangan datang sama sekali.  jangan senang berlalu lalang hanya untuk sekedar menjaga keeksistensian diri. bumi yang kau pijak ini adalah selasar luas hati dalam naungan kekuasaan ku.  keluar, atau lenyap.  jangan hadir hanya sebagai tim penyorak, yang ku butuhkan adalah peran pendukung utama.